Sederhananya, jika ada bank dengan kondisi laba bersih di 2025 tertekan karena faktor kenaikan pencadangan yang signifikan, serta beban bunga yang tinggi sehingga bisa mencatatkan kinerja laba yang rendah. Lalu, pada 2026, bank tersebut sudah lebih confidence untuk memangkas anggaran pencadangan, dengan kondisi beban bunga yang lebih rendah. Hasilnya, ada potensi pertumbuhan laba bersih di 2026 dari level low base di 2025.
“Namun, tantangannya adalah periode kapan suku bunga bank sentral dipangkas hingga mentok di dasar. Jika hal ini terjadi di 2026, bisa terasa di semester II/2026 atau mundur hingga 2027. Faktor lainnya adalah tinggal bagaimana pemerintah bisa mengatasi dampak bencana Sumatra agar bisa cepat pulih sehingga bisa mendorong perekonomian dengan era suku bunga rendah saat ini,” ujarnya.
Strategi Investasi di Saham Bank
Dengan posisi harga saham beberapa bank sedang terdiskon, periode saat ini (akhir 2025 hingga awal 2026) menjadi periode yang tepat untuk mulai melakukan strategi dollar cost averaging di saham bank dengan fundamental bagus dan penguasaan pasar cukup besar, serta dividen menarik.
Secara sederhana, keempat saham big bank yang menguasai hampir 50 persen pasar kredit di Indonesia bisa jadi pilihan. Keempat saham big bank itu, seperti BBRI, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. (BMRI), PT Bank Central Asia Tbk. (BBCA), dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. (BBNI) tengah mengalami tekanan harga sepanjang 2025 yang disebabkan oleh risiko perlambatan ekonomi dan berdampak ke perlambatan kinerja keempat bank tersebut hingga adanya pengurangan bobot pasar saham Indonesia di Indeks MSCI sehingga adanya arus keluar dari pasar saham Indonesia, yang mana cukup besar terjadi di keempat big bank tersebut.
Tampilkan Semua

