Generasi baru ARV adalah tipe long-acting, yang mana jenis ini tidak perlu diminum setiap hari, sebagaimana yang saat ini umum dikonsumsi di Indonesia. Cabotegravir misalnya, diberikan dalam bentuk injeksi setiap 2 bulan sekali. Sementara Lenacapavir diberikan secara injeksi per 6 bulan, atau 2 kali setahun.
”Akses ke ARV generasi baru adalah kunci. Jenis long-acting ini lebih fleksibel dan private, sehingga bisa membantu meningkatkan kepatuhan pengobatan dan berpotensi mengurangi stigma dan diskriminasi. Menanggapi hasil uji klinis Purpose 1, UNAIDS bahkan mengatakan bahwa Lenacapavir memiliki potensi untuk membantu mengakhiri epidemi AIDS. Namun, yang perlu kita garis bawahi adalah hasil tersebut hanya dapat kita capai apabila ARV generasi baru ini tersedia dengan harga yang terjangkau dan dapat diakses oleh semua ODHIV yang membutuhkan, tidak terkecuali di Indonesia. Pemerintah Indonesia harus bergerak cepat melobi perusahaan farmasi pemilik paten obat LA-ARV ini, agar Indonesia bisa turut menjadi negara produsen obat ARV jenis long-acting dan bukan hanya sebagai negara konsumen” tegas Aditya, di Jakarta (05/12).
Monopoli paten membuat harga ARV generasi baru menjadi tidak terjangkau. Contohnya, Lenacapavir dijual dengan harga $42,250 per orang per tahun (PPY), atau sekitar 640 juta rupiah. Padahal hasil riset dari Universitas Liverpool memperkirakan bahwa Lenacapavir versi generik dapat diproduksi secara massal dengan harga $63-$93 PPY, dan bisa turun menjadi $26-$40 PPY apabila volume produksi mencapai 10 juta.
Estimasi tersebut sudah memperhitungkan margin keuntungan sebesar 30%, dan hanya 0.1% dari harga yang dijual saat ini. Perbedaan harga yang mencolok ini menegaskan bahwa harga Lenacapavir saat ini sangat tidak masuk akal, dan pentingnya mendorong produksi generik yang lebih terjangkau.
Tampilkan Semua