JAKARTA, CILACAP.INFO – Pasar keuangan global kembali diguncang setelah Wall Street kompak ditutup di zona merah. Para investor kini dibayangi ketidakpastian besar mengenai arah kebijakan moneter Federal Reserve (The Fed), terutama terkait peluang pemangkasan suku bunga yang sebelumnya diantisipasi terjadi pada Desember. Dalam beberapa hari terakhir, sejumlah pejabat The Fed memberikan komentar bernada skeptis, mempersempit ruang optimisme yang sebelumnya sempat tumbuh di pasar.
Situasi ini semakin rumit akibat backlog data ekonomi yang menumpuk setelah 43 hari penutupan pemerintahan Amerika Serikat. Meski Presiden Trump akhirnya mengumumkan berakhirnya shutdown tersebut, kerusakan yang ditinggalkan terhadap ketersediaan data ekonomi tidak langsung pulih. Pejabat Gedung Putih bahkan mengonfirmasi bahwa sebagian data yang tertunda kemungkinan besar tidak akan dirilis sama sekali. Hal ini menciptakan kekosongan informasi yang membuat pasar kehilangan panduan utama dalam membaca kondisi ekonomi secara akurat.
Salah satu laporan yang paling dinantikan, yakni data inflasi dan tenaga kerja Oktober, berada dalam status tidak pasti. Bahkan, ada potensi laporan Non-Farm Payrolls akan dirilis tanpa angka tingkat pengangguran—sebuah kondisi langka yang membuat investor semakin kesulitan mengukur kesehatan ekonomi AS sesungguhnya. Ketika data hilang, pasar cenderung bergerak berdasarkan spekulasi dan sentimen, bukan fundamental.
Di tengah minimnya panduan dari data ekonomi, probabilitas pemangkasan suku bunga Desember anjlok drastis dari 96% menjadi hanya 52% dalam satu bulan. Sentimen pasar yang awalnya optimis kini berubah menjadi penuh keraguan. Musim laporan keuangan kuartal ketiga 2025 yang telah berakhir juga membuat pasar kekurangan katalis positif. Alhasil, reaksi pasar didominasi ketidakpastian dan kekhawatiran bahwa The Fed mungkin tidak akan memberikan pelonggaran moneter pada tahun ini.
Tampilkan Semua
