Di saat kondisi iklim makin ekstrim yang mengakibatkan peningkatan kejadian bencana, Indonesia menjadi pelopor dalam menghadirkan sebuah platform berbasis AI yang bekerja secara real-time, dan digunakan oleh komunitas dalam mengurangi resiko bencana. Hari ini, Yayasan Peta Bencana meluncurkan sebuah inisiatif terbarunya, Peta Gotong Royong — sebuah platform AI yang mendorong bantuan antarwarga saat kondisi darurat. Didukung oleh BNPB serta Bapak Bambang Surya Putra, Direktur Pengelolaan Logistik dan Peralatan di Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Peta Gotong Royong adalah perwujudan dari sebuah terobosan teknologi dari masyarakat untuk adaptasi iklim — dan menegaskan posisi Indonesia dalam memimpin inovasi teknologi AI di bidang iklim. Platform ini mendapatkan banyak pengakuan di tingkat global sebagai sebuah model visioner di tingkat lokal dalam respon bencana berbasis teknologi, ketika dipresentasikan pada acara UN Global Platform for Disaster Risk Reduction di Jenewa di awal bulan ini.
Anomali cuaca yang sebagai akibat dari perubahan iklim mengakibatkan musim kemarau di tahun ini tetap basah alias hujan masih tetap turun, fenomena ini disebut sebagai Musim Kemarau Basah. Memasuki musim kemarau, hujan deras yang terus terjadi menyebabkan Danau Tondano di Sulawesi Utara meluap sehingga ribuan warga harus mengungsi dari rumahnya, setidaknya tiga Kabupaten di Jawa Barat terendam banjir, dan hujan mengakibatkan tanah longsor di Deli Serdang dan Karo Sumatera Utara akibat hujan deras yang terjadi meskipun saat ini sudah memasuki musim kemarau. Peristiwa ini merupakan bagian dari pola yang lebih luas dari meningkatnya bencana terkait iklim di seluruh Asia Tenggara. Menurut BNPB, ada lebih dari 600 bencana pada kuartal pertama tahun 2025. Indonesia sedang menghadapi anomali cuaca yang diakibatkan meningkatnya suhu air laut dan pola musim hujan yang tidak menentu, menurut BMKG.
Tampilkan Semua