Namun nasib berkata lain: satu setengah tahun di Jakarta, uang itu habis tak bersisa.
Kembali ke Semarang dalam keadaan kosong, Ali mengaku bingung. “Saya nggak punya apa-apa. Waktu itu saya banyak berdoa. Saya tahajud, baca Qur’an, minta petunjuk sama Allah,” ungkapnya mengenang masa lalu.
Sampai akhirnya, suatu sore di Plaza Simpang Lima, ia bertemu seorang teman yang mengajaknya ke seminar properti. Awalnya Ali ragu mengingat biaya seminar seharga Rp100.000 yang kala itu terlampau mahal baginya.
Namun, nasib baik berpihak padanya, sesi seminar itu merupakan preview untuk workshop selanjutnya sehingga ia diperbolehkan masuk secara cuma-cuma. Di seminar itulah, Ali mengenal dunia properti, bertemu dengan mentor-mentor, dan melihat secercah harapan baru.
Mulai Bisnis Tanpa Modal & Keuntungan Pertama
Berbekal ilmu dari seminar gratis itu, Ali memberanikan diri mempraktikannya. Ia menawar rumah seharga Rp450 juta menjadi Rp250 juta. “Saya tawar aja, padahal nggak punya uang sama sekali.” Tiga bulan kemudian, ia dihubungi kembali oleh penjual rumah tersebut. Setelah melakukan negosiasi, akhirnya Ali berhasil mendapatkan properti pertamanya di harga Rp275 juta.
Bermodalkan koneksi dan kejujuran, ia mencoba menawarkan unit tersebut ke pembeli selanjutnya. “Saya bilang, saya jual 275 juta plus fee saya 12 juta, dan akhirnya dapat. Itu pertama kali saya jadi broker semi flipper,” kisahnya sambil tersenyum. Keuntungan 12 juta pertama yang ia dapatkan dari bisnis properti membuatnya percaya diri untuk terus menggeluti bisnis serupa.
“Itu titik balik saya. Dulu saya nggak punya rumah, mobil, motor, tapi dari 12 juta bisa beli motor Mio dan HP Blackberry Onyx waktu itu,” ungkapnya.
Berbekal kepercayaan diri dan pengalaman pertama tersebut, Ali mulai serius melanjutkan bisnis broker properti ini. Tahun 2012, ia mampu membangun 3 rumah. Setahun kemudian, 10 rumah. Lalu terus berkembang hingga 100 rumah dalam satu proyek. Sejak saat itu, proyek yang ia pegang besarnya tidak pernah kurang dari 30 unit.
Tampilkan Semua