Tarif, Inflasi, dan Suku Bunga: Trump di Tengah Pusaran Tantangan Ekonomi

Potret Trump
Potret Trump

Namun, di sisi lain, beberapa kebijakan Trump lainnya diyakini dapat berkontribusi terhadap penurunan inflasi, khususnya di sektor energi. Trump berencana memberikan keleluasaan yang lebih besar bagi industri minyak dan gas AS untuk melakukan eksplorasi serta eksploitasi sumber daya energi domestik, termasuk di lahan milik pemerintah federal. Dengan mendorong produksi minyak dalam negeri, AS dapat mengurangi ketergantungannya pada impor energi dan lebih terlindungi dari fluktuasi harga minyak global. Kebijakan ini diharapkan dapat menekan harga bahan bakar dalam negeri, yang sebelumnya melonjak akibat menurunnya produksi minyak domestik dan dampak dari perang Rusia-Ukraina pada tahun 2022. Salah satu faktor utama pendorong inflasi pada periode tersebut adalah meningkatnya biaya logistik akibat lonjakan harga bahan bakar. Dengan meningkatkan kemandirian energi, AS berpotensi menjaga stabilitas harga dan mengurangi tekanan inflasi dalam jangka panjang.

Selain itu, Trump, dengan dukungan dari Elon Musk, berencana melakukan efisiensi besar-besaran dalam pengeluaran anggaran federal AS. Trump dan Musk kerap memiliki pandangan yang selaras dalam hal memberantas apa yang mereka sebut sebagai “the swamp” atau “deep state,” yang merujuk pada elit Washington, D.C. yang dianggap korup dan boros dalam menggunakan dana pemerintah. Bagi Trump, semakin besar pengeluaran federal, semakin besar pula dampaknya dalam mendorong inflasi. Oleh karena itu, pemangkasan anggaran diyakini akan menjadi salah satu langkah utama dalam menekan lonjakan harga barang dan jasa. Jika kebijakan ini dijalankan, kemungkinan besar akan ada perubahan signifikan dalam struktur keuangan pemerintah, termasuk pengurangan subsidi dan program sosial tertentu, yang bisa berdampak luas terhadap ekonomi domestik.

Selain dinamika inflasi di era Trump, hubungan politik dan ekonomi antara Trump dan Jerome Powell, Ketua The Fed, juga menjadi faktor penting yang perlu diperhatikan, terutama dalam hal kebijakan suku bunga. Meski Trump sendiri yang mencalonkan Powell sebagai Ketua The Fed pada 2018, keduanya sering kali memiliki perbedaan tajam terkait kebijakan moneter. Saat menjabat di periode pertama, Trump berulang kali menekan Powell agar memangkas suku bunga, tetapi tidak selalu mendapatkan respons positif. Saat ini, Trump kembali meyakini bahwa suku bunga masih terlalu tinggi, terutama karena inflasi sudah turun ke kisaran 3%. Namun, Powell dan para pejabat The Fed tetap bersikukuh bahwa kebijakan suku bunga harus diterapkan secara hati-hati untuk menjaga stabilitas ekonomi. Powell masih akan menjabat hingga Februari tahun depan, dan hingga saat itu, Trump diperkirakan akan terus berupaya mempengaruhi keputusan The Fed agar melakukan pemangkasan suku bunga. Meski kembalinya Trump ke Gedung Putih membawa optimisme bagi pasar aset berisiko seperti saham dan kripto, investor tetap harus memahami bahwa kebijakan Trump dalam aspek tarif, inflasi, dan suku bunga memiliki konsekuensi yang dapat mempengaruhi keputusan investasi secara signifikan.

Tampilkan Semua
Cilacap Info
IKUTI BERITA LAINNYA DIGOOGLE NEWS

Berita Terkait