Fenomena ‘Digital Service Reselling’: Mengapa Bisnis Keagenan Media Sosial Jadi Primadona Baru Ekonomi Digital 2026

Ilustrasi Berita (Sumber: PT BisnisOn Digital Solutions)
Ilustrasi Berita (Sumber: PT BisnisOn Digital Solutions)

JAKARTA, CILACAP.INFO – Lanskap gig economy (ekonomi paruh waktu) di Indonesia diprediksi akan mengalami pergeseran signifikan menjelang tahun 2026. Jika sebelumnya tren bisnis sampingan didominasi oleh dropshipping produk fisik, kini perhatian pelaku bisnis muda beralih ke sektor “Service Arbitrage” atau penjualan kembali layanan digital.

Lonjakan permintaan akan Social Proof (bukti sosial) dari sektor UMKM dan influencer mikro telah menciptakan pasar sekunder yang bernilai miliaran rupiah. Fenomena ini membuka peluang bagi siapa saja untuk menjadi agensi pemasaran digital tanpa harus memiliki aset server sendiri.

Evolusi Model Bisnis: Dari Produk ke Jasa

Berbeda dengan berjualan barang fisik yang terkendala logistik dan stok mati, bisnis penjualan jasa media sosial (seperti manajemen interaksi, followers, dan engagement) menawarkan margin yang lebih fleksibel dengan risiko operasional nyaris nol.
“Pasar bergerak ke arah efisiensi. Brand butuh validasi instan, dan ada ribuan ‘perantara’ digital yang siap menyediakannya. Ini adalah bentuk ekonomi kerakyatan baru di ranah digital,” ujar Mas Tama, CEO dari BisnisOn Group.

Peran Vital Infrastruktur ‘Backend’

Banyak masyarakat awam belum memahami bagaimana ekosistem ini bekerja. Di balik ribuan agensi digital kecil yang menjamur di media sosial, terdapat infrastruktur teknologi khusus B2B yang sering disebut sebagai panel SMM reseller.
Secara teknis, sistem ini berfungsi sebagai “pabrik” atau backend yang memproses jutaan permintaan interaksi secara otomatis via API (Application Programming Interface). Sistem inilah yang memungkinkan seorang mahasiswa di kamar kosnya bisa menjalankan bisnis layaknya agensi profesional, karena seluruh proses produksi dikerjakan oleh sistem pusat.

Tantangan Rantai Pasok (Supply Chain)

Namun, layaknya industri konvensional, tantangan terbesar dalam bisnis ini adalah panjangnya rantai distribusi.
Sebuah studi internal industri menunjukkan bahwa layanan yang sampai ke tangan konsumen akhir (end-user) seringkali sudah melewati 3 hingga 4 tangan perantara (reseller). Hal ini menyebabkan inflasi harga dan penurunan kualitas layanan saat terjadi kendala teknis.

Tampilkan Semua
Cilacap Info
IKUTI BERITA LAINNYA DIGOOGLE NEWS

Berita Terkait