JAKARTA, CILACAP.INFO – Belakangan rute Red Sea/Suez masih naik turun. Kapal banyak yang muter jauh, jadwal molor, dan biaya bisa berubah cepat. Kalau bisnis kamu bergantung pada pengiriman luar negeri, wajar kok kalau jadi was-was. Pertanyaannya: kapan perlu switch ke air freight, dan kapan tetap aman di ocean?
Kapan Perlu Pindah ke Air Freight
– Deadline non-nego
Launch produk, pameran, atau kontrak dengan penalti. Kalau telat = rugi, udara biasanya paling masuk akal.
– Barang high-value / high margin
Selisih biaya udara bisa “ketutup” oleh profit yang terselamatkan.
– Risiko stockout
Stok menipis, toko online/offline bakal kosong kalau nunggu kapal. Udara menjaga rak tetap terisi.
– Produk sensitif waktu
Sampel kampanye, suku cadang urgent, dokumen legal, atau batch kosmetik yang harus live minggu ini.
– Tracking laut stagnan 48–72 jam
Kalau status mentok di hub krusial, pertimbangkan split: SKU terlaris via air, sisanya tetap ocean.
– Pelanggan tak toleran keterlambatan
B2B buyer tertentu menuntut service level ketat. Udara = ketepatan yang lebih stabil.
Kapan Masih Aman di Ocean
– Barang low urgency dan volume besar.
– Ada buffer stok di tujuan.
– Jadwal bisa geser tanpa sanksi.
– Target harga prioritas utama.
Opsi Taktis Selain “Full Air”
– Sea Air (Hybrid): Laut ke hub cepat (mis. SG/CMB/DXB), lanjut udara ke tujuan akhir. Waktu lebih singkat dibanding full ocean, biaya lebih ramah dibanding full air.
– Split Shipment: 20–30% SKU kritikal via air, sisanya ocean.
– Upgrade Sementara: Dari economy air → express hanya untuk PO tertentu; atau dari layanan ocean biasa → priority sailing.
Kalkulator Cepat: Worth It Nggak Pindah ke Udara?
– Hitung biaya telat: (margin/hari × hari telat × unit terdampak).
Tampilkan Semua

