Apalagi di media sosial seperti TikTok atau X (Twitter), konten yang bernuansa ironi atau satir cenderung bisa mendapatkan engagement lebih tinggi.
Contoh Nyata Brand yang Sukses dengan Anti-Marketing
Beberapa brand besar sudah berhasil membuktikan efektivitas strategi ini, di antaranya:
1. Oatly
Brand susu oat asal Swedia ini mengusung slogan seperti “It’s like milk, but made for humans.”
Nada sarkastik dan tidak bertele-tele ini menjadi ciri khas brand mereka.
Alih-alih menjual kesempurnaan, mereka menonjolkan keunikan.
Dan itu berhasil.
2. Axe
Axe sempat meluncurkan kampanye yang mengakui produknya tidak cocok untuk semua pria.
Dengan menyisipkan humor dan nada rendah hati ini, mereka sukses mengajak target market-nya bercermin—tanpa merasa ditertawakan.
3. Avis Car Rental
Dengan slogan legendaris mereka, “We’re number 2. We try harder,” Avis sukses meraih simpati publik.
Mereka tidak menutupi atau bahkan malu menempati posisi kedua di industri, tapi justru memanfaatkannya untuk menampilkan semangat pantang menyerah.
Risiko di Balik Strategi yang “Berani”
Walaupun terdengar menjanjikan, bukan berarti strategi anti-marketing akan cocok untuk bisnis apa saja.
Strategi ini menuntut pemahaman konteks yang sangat dalam. Salah menyampaikan ironi justru bisa membuat pesanmu tampak sinis atau malah merusak citra brand.
Kalau brand belum punya kepercayaan pasar yang kuat, gaya blak-blakan ini justru bisa terlihat seperti keputusasaan.
Terlebih lagi jika nada komunikasimu tidak konsisten di semua saluran—misalnya kampanye di media sosial sangat santai, tapi konten website terlalu formal.
Oleh karena itu, strategi ini bukan sekadar “gaya bicara sesaat”, tapi bagian dari filosofi komunikasi brand secara menyeluruh.
Kalau kamu ingin menerapkan strategi ini tapi belum punya tim kreatif internal, kerja saja dengan freelancer berpengalaman di Sribu.
Tampilkan Semua