“Menurut saya, hype kripto pertama terjadi pada tahun 2017 ketika Bitcoin masih di sekitar angka Rp200 juta, dan kembali meningkat pada masa pandemi COVID-19. Saat ini masyarakat semakin menerima bahwa kripto bukan sekadar tren, tetapi bagian dari masa depan investasi,” kata Putri Madarina.
Sementara itu, Eko Mamahit CEO Futurecoin menyoroti bahwa komunitas kripto di Indonesia kini lebih ingin memahami aspek fundamental daripada sekadar mengejar keuntungan.
“Dulu, orang hanya ingin tahu cara investasi, sekarang mereka mulai memahami teknologi di baliknya, seperti smart contracts dan mencoba untuk ikut terlibat pada airdrop yang tidak sekedar permainan namun ke hal yang jauh lebih kompleks,” ujarnya.
Dari sudut pandang pengembang, Greenman-Ron dari Blockdev.id menambahkan bahwa jumlah developer blockchain di Indonesia meningkat drastis, bahkan mencapai 7-10 kali lipat dibandingkan tahun sebelumnya. Bahkan, ia bersama tim Blockdev.id pernah mengadakan hackathon dengan peserta ratusan orang, bahkan ada anak usia 10-12 tahun yang sudah bisa menjadi developer. Dalam sesi diskusi, Ron juga membahas berbagai proyek Web3 yang sedang dikembangkan oleh komunitas di Indonesia yang berpotensi mempercepat adopsi kripto.
“Ngomongin blockchain, para builders (proyek Web3) itu banyak banget. Blockdev sendiri sudah mengadakan beberapa hackathon, dan beberapa contoh use case-nya adalah proyek Web2 untuk pencatatan data limbah, mutual aid crowdfunding, hingga proyek di sebuah kampus di Bandung yang menggunakan teknologi blockchain dan AI untuk menghitung air yang keluar dari toren di seluruh kampus setiap harinya. Tentunya itu adalah use case teknologi blockchain yang luar biasa,” jelas Greenman-Ron.
Dalam sesi tanya jawab, audiens juga menyoroti berbagai tantangan dalam adopsi kripto di Indonesia, termasuk beragam miskonsepsi yang masih beredar luas. Salah satu yang paling sering muncul adalah mengenai regulasi kripto di Indonesia. Putri Madarina menegaskan bahwa meskipun kripto tidak diijinkan diperlakukan sebagai alat pembayaran, aset kripto legal sebagai komoditas yang sebelumnya berada di bawah pengawasan Bappebti dan sejak Januari 2025 telah beralih ke OJK.
Tampilkan Semua