JAKARTA, CILACAP.INFO – Menjelang musim festival, badan-badan pemerintah berupaya mencari solusi cepat untuk mengatasi kenaikan harga daging yang dipengaruhi oleh fluktuasi musiman serta penguatan nilai dolar di pasar global.
Para ahli memperkirakan bahwa konsumen domestik akan segera menghadapi lonjakan harga. Untuk mengatasi tantangan ini, otoritas mempercepat persetujuan rumah pemotongan hewan yang sempat tertunda, mencari alternatif baru, serta menjajaki sumber pasokan tambahan.
Peran India dalam Pasokan Daging ke Indonesia
Sebagai eksportir daging kerbau terbesar di dunia, India berharap dapat memperoleh pangsa pasar yang lebih besar pada musim ini setelah mengalami penurunan pesanan dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Indonesia tahun lalu. Penurunan ini disebabkan oleh harga daging kerbau yang lebih tinggi bagi pedagang grosir.
Daging bovine asal India selama ini menghadapi tantangan dalam memperluas pasarnya di Indonesia akibat perlakuan yang berbeda dibandingkan dengan ekspor daging sapi dari negara lain. Lobi-lobi kuat menghambat perdagangan bebas daging India dengan alasan kekhawatiran terhadap Penyakit Mulut dan Kuku (Foot and Mouth Disease/FMD), meskipun India tidak pernah menjadi penyebab wabah FMD di negara-negara pengimpor selama beberapa dekade terakhir. Sebagai contoh, terdapat pemberitaan yang mengaitkan wabah FMD di Indonesia pada tahun 2002 dengan daging asal India, padahal impor daging kerbau dari India ke Indonesia baru diizinkan sejak 2016.
Daging kerbau asal India merupakan produk berkualitas tinggi yang berasal dari peternakan terbaik, diproses dengan teknologi modern, dan telah disertifikasi oleh inspektur dari Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (DGLAHS) Indonesia.
Klarifikasi AIMLEA Terkait Harga Daging
AIMLEA, asosiasi eksportir daging bovine India, mengklarifikasi harga daging musim ini. Mereka menyampaikan bahwa harga FOB daging kerbau India yang terdiri dari 40% bagian belakang dan 60% bagian depan berkisar antara USD 3.800 hingga USD 3.900 per MT.
Sebelumnya, harga daging kerbau India di Indonesia mencapai Rp 86.000 (USD 5,25) per kg, sementara harga rata-rata di pasar adalah Rp 54.000 (USD 3,30) per kg. Dengan harga saat ini sebesar USD 3.800 per MT, harga jual di pasar diperkirakan menjadi Rp 62.000 (USD 3,78) per kg.
Kenaikan harga ini juga dipengaruhi oleh tren musiman serta meningkatnya permintaan global selama periode Ramadan, Idul Fitri, dan Tahun Baru Imlek. AIMLEA mencatat bahwa kenaikan harga saat ini bukan yang pertama kali terjadi, karena pada periode 2017-2019 harga berada dalam kisaran USD 3.700 – USD 3.900 per MT.
Selain itu, faktor musiman di India turut berkontribusi terhadap ketersediaan bahan baku. Saat memasuki musim panas, peternak cenderung menahan ternaknya, sehingga pasokan baru meningkat kembali saat musim hujan tiba pada Juli, dengan harga bahan baku yang mulai menurun hingga November-Desember.
Negara-negara ASEAN lainnya yang menjadi pasar ekspor daging kerbau India telah menerima harga saat ini, yang masih lebih kompetitif dibandingkan dengan daging sapi dari negara eksportir lain.
Dampak Keterlambatan Kuota dan Strategi Pemerintah
Keterlambatan dalam alokasi kuota dan pemesanan tahun ini menyebabkan kenaikan harga di pasar. Pada tahun-tahun sebelumnya, ketika Ramadan dimulai pada akhir Maret, pemesanan sudah dilakukan sejak Februari. Namun, tahun ini pemesanan dilakukan terlalu dekat dengan musim Ramadan. Biasanya, Rakortas diadakan pada November, tetapi keputusan mengenai kuota baru diumumkan lebih lambat.
Selain itu, tahun ini kuota impor daging sapi dari Australia, AS, dan Selandia Baru untuk pihak swasta dikurangi, dengan alokasi lebih besar diberikan kepada pengadaan berbasis BUMN. Importir daging swasta mengalami kekurangan stok dan memprotes kebijakan pemerintah yang lebih memprioritaskan impor melalui badan negara sebagai upaya stabilisasi harga di pasar.
Beberapa pihak berpendapat bahwa kebijakan ini juga berdampak pada jaringan kepentingan tertentu, terutama dengan langkah pemerintahan Prabowo dalam mencapai target ketahanan pangan.
Industri India sendiri menolak narasi yang berkembang di media Indonesia, yang tampaknya dipengaruhi oleh kelompok kepentingan tertentu, mengenai pengurangan kuota swasta dengan alokasi 100.000 MT daging untuk BUMN dari India. Sebagai catatan, India juga menerima alokasi serupa pada tahun sebelumnya, serta tambahan 20.000 MT untuk impor swasta, yang akhirnya tidak digunakan karena adanya perbedaan internal di antara importir dan perantara.
Perdagangan Langsung untuk Stabilitas Harga
Seorang eksportir menyatakan bahwa dalam kepentingan yang lebih besar, perdagangan langsung daging akan menciptakan persaingan yang adil dan memberikan keuntungan harga kepada konsumen. Dengan adanya mekanisme ini, harga grosir dapat ditekan guna meredam inflasi di tingkat ritel.
Dalam kondisi tekanan inflasi, pemerintah masih memiliki ruang untuk menjaga harga tetap terjangkau dengan melakukan pemesanan tepat waktu, menata saluran distribusi, dan mengendalikan kenaikan biaya yang disebabkan oleh perantara melalui proses pengadaan negara.
Perdagangan langsung yang berjalan bersamaan dengan impor melalui BUMN akan membantu menstabilkan harga serta meningkatkan konsumsi protein hewani per kapita.