Dalam kesempatan yang sama, Pakar Kesehatan Publik dan Ahli Kesehatan Keselamatan Kerja, dr. Felosofa Fitrya, MMR, menambahkan sebagian besar waktu produktif orang dewasa dihabiskan di tempat kerja. Mengutip laporan Badan Kesehatan Dunia (WHO), kata Felosofa, sekitar 15% dari pekerja secara global mengalami gangguan mental. Situasi tersebut menyebabkan penurunan produktivitas, peningkatan absensi, dan eskalasi biaya kesehatan.
“Ketidakseimbangan beban kerja merupakan penyebab utama burnout. Hasil studi mengungkapkan bahwa pekerja dengan beban kerja tinggi dan high effort-reward imbalance lebih rentan terhadap kebiasaan buruk seperti merokok dan pola makan tidak sehat sebagai pelarian dari stres,” kata Felosofa.
Felosofa menekankan pentingnya pendekatan pengurangan risiko kesehatan mental di tempat kerja. Perusahaan perlu menyediakan layanan konseling gratis seperti program Employee Assistance Program (EAP) untuk membantu karyawan menghadapi tekanan di lingkungan kerja. Dari sisi karyawan, mereka dapat mulai mengidentifikasi kebiasaan-kebiasaan berisiko akibat tekanan pekerjaan seperti konsumsi makanan dengan nutrisi yang tidak seimbang, minim aktivitas fisik, hingga kebiasaan merokok. Dengan begitu, para pekerja bakal lebih memperhatikan kesehatannya, baik fisik maupun mental, dan secara sadar membuat pilihan berdasarkan pertimbangan aspek pengurangan risiko.
“Ketika konseling dengan karyawan yang mengalami stres tinggi, kami selalu mengajarkan untuk self-healing dengan menyadari napas dan hasilnya cukup positif. Adapun pada karyawan yang stres dan larinya merokok, kami selalu menyarankan untuk beralih ke produk yang menerapkan pengurangan risiko seperti rokok elektronik dan produk tembakau yang dipanaskan karena tidak menghasilkan TAR sehingga bisa mengurangi risiko bahaya kesehatan,” tutup Felosofa.
Tampilkan Semua