Mengupas Sektor Rancang Bangun Industri Menuju Net Zero Emission di Indonesia

bangun industri net zero emission
bangun industri net zero emission (foto: geralt on pixabay)

JAKARTA, CILACAP.INFO – Dunia telah sepakat untuk menetapkan arah pembangunan sektor energi global menuju nol emisi pada 2060. Penurunan emisi karbon harus diawali dengan proses transisi energi di berbagai bidang, khususnya di sektor industri.

Dalam hal ini, perlu adanya jasa rancang bangun dan konstruksi industri yang membuat model ideal pembangunan industri yang ramah lingkungan. Dalam kegiatan perencanaan industri, terdapat bidang jasa Engineering, Procurement, and Construction (EPC) atau jasa rancang bangun dan konstruksi industri sebagai salah satu jasa yang sangat diperlukan dalam membangun ekosistem industri manufaktur.

PERAN SEKTOR RANCANG BANGUN INDUSTRI DALAM MENUJU NET ZERO EMISSION DI INDONESIA

Dalam kesempatan diskusi publik INDEF, Inspektur Panas Bumi Ahli Madya, Direktorat Panas Bumi, Direktorat Jenderal EBTKE, Kementerian ESDM, Pandu Ismutadi mengatakan bahwa saat ini Indonesia masih memiliki ketergantungan yang cukup tinggi terhadap energi fosil.

Padahal Energi Baru Terbarukan (EBT) semakin penting dalam pengembangan perekonomian global dan mengurangi dampak perubahan iklim serta menjaga ketahanan energi. Mengacu Green RUPTL, pengembangan EBT akan menghasilkan total investasi sekitar US$55,18 Miliar serta membuka 281.566 lapangan kerja baru dan mampu mengurangi emisi GRK sebesar 89 juta ton CO2e.

Dalam kesempatan yang sama, Peneliti INDEF Ahmad Heri Firdaus mengatakan bahwa transisi energi khususnya di sektor industri memiliki urgensi yang besar dalam mewujudkan Net Zero Emission (NZE). Untuk mendukung pengembangan pemanfaatan energi bersih pada industri, maka diperlukan perancangan dan pembangunan industri melalui rekayasa pemanfaatan sumber energi bersih.

Kegiatan rancang bangun menjadi hal krusial dalam pentahapan transisi energi pada industri sebab jasa EPC menjadi fase pendahuluan dalam pembangunan industri. Oleh karena itu, sektor EPC memiliki peran penting dalam menggerakkan kemajuan industri sebuah negara, terutama untuk mengoptimalkan potensi sumber daya domestik, seperti pemanfaatan energi hijau dan peningkatan tingkat komponen dalam negeri (TKDN).

Terkait dengan kontribusi sektor EPC yang telah dilakukan, SVP Power Mineral, Fertilizer, Overseas Commercial – Rekayasa Industri, M. Agung menyebutkan bahwa Industri EPC mendukung program pemerintah dengan membangun sektor energi terbarukan, salah satunya melalui pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) dan Pabrik Green Ammonia & Blue Ammonia.

Rekind juga telah membangun 60% Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi di Indonesia. M. Agung juga menambahkan bahwa Industri EPC dapat mendukung pencapaian NZE pada 2060 dengan berperan dalam pembangunan pembangkit energi terbarukan, berkolaborasi untuk menyelesaikan berbagai proyek energi terbarukan, dan melakukan pengembangan teknologi dan transfer knowledge.

DAMPAK TRANSISI ENERGI DI SEKTOR INDUSTRI TERHADAP PEREKONOMIAN

Ahmad Heri Firdaus dalam analisanya menyebutkan bahwa berdasarkan hasil analisis pemodelan ekonomi keseimbangan umum atau Computable General Equilibrium (CGE), jika sektor pengguna EPC hanya mengurangi konsumsi energi yang beremisi karbon (Skenario 1), maka akan berdampak terhadap penurunan pertumbuhan PDB sebesar 0,028%.

Namun, jika terjadi pengalihan (transisi) sumber energi, yaitu dengan mengurangi penggunaan energi beremisi karbon disertai dengan peningkatan penggunaan EBT (Skenario 2), maka akan berdampak terhadap tambahan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,075%. Skenario transisi energi dalam model CGE juga terlihat akan berdampak terhadap meningkatnya output sektor pengguna EPC.

Senada dengan Heri, M Agung juga menjelaskan bahwa pertumbuhan Industri EPC di Indonesia akan berdampak terhadap percepatan transisi energi melalui proyek – proyek yang memanfaatkan teknologi terbaru. Industri EPC tumbuh pesat dalam satu dekade terakhir, berkontribusi terhadap ekonomi dari 44% pada 2010 menjadi 56,34% pada 2020. Sektor EPC memiliki peran penting dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia dan mampu menjadi lokomotif pembangunan dalam beberapa sektor.

TANTANGAN DAN PELUANG SEKTOR RANCANG BANGUN (EPC)

“Tantangan pengembangan EBT di antaranya adalah inovasi dan penguasaan teknologi, waktu pelaksanaan proyek, dan kesiapan industri pendukung baik pada aspek teknis maupun keekonomian,” Kata Pandu Ismutadi.

Senada dengan Pandu, Ahmad Heri Firdaus juga menyebutkan bahwa Industri EPC menghadapi beberapa tantangan ke depan, salah satunya pembiayaan. Proyek-proyek pembangunan energi hijau diperlukan pembiayaan yang besar.

Sementara itu, kemampuan finansial dari perusahaan-perusahaan EPC relatif terbatas. Sehingga perlu skema pembiayaan yang secara khusus memberikan akses permodalan bagi industri EPC untuk mengembangkan energi hijau.Heri juga menambahkan bahwa Peluang jasa EPC cukup besar, mengingat banyaknya pengguna sektor EPC yang merupakan Proyek Strategis Nasional.

STRATEGI IMPLEMENTASI NET ZERO EMISSION DALAM PERSPEKTIF INDUSTRI

Pada kesempatan yang sama, Rozikin Busro – Senior Project Manager Green Energy Clean Ammonia Pupuk Indonesia menyebutkan bahwa target National Determined Contribution (NDC), Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi pabrik amoniak sebesar 3,95 – 4,65 juta ton CO2 pada 2030, melalui implementasi program revitalisasi pabrik, revamping pabrik dan pabrik Soda Ash.

Sementara Pupuk Indonesia berinisiatif menurunkan emisi sebesar 3.3 juta ton CO2 (24% dari BaU). Untuk mencapai NZE 2060 maka membutuhkan penurunan sebesar 19.1 juta ton CO2. (95% dari BaU).

Rozikin Busro mengatakan tujuan Pupuk Indonesia tahun 2024-2028 adalah berkontribusi pada keamanan pangan nasional dan pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, visinya adalah pada clean ammonia. Upaya yang dilakukan adalah membangun kemitraan untuk pengembangan bisnis, akuisisi sumber energi dengan harga kompetitif serta mengembangkan kapabilitas dan akuisisi teknologi.

Pupuk Indonesia memiliki misi dekarbonisasi industri eksisting dan mengembangkan bisnis clean chemical melalui pengembangan blue, green, dan pink ammonia, serta e-methane/e-methanol.

Dalam kesempatan yang sama, CEO PT Kilang Pertamina Internasional, Taufik Aditiyawarman memaparkan tentang Key Strategies to Achieve Net Zero Emission (NZE) in Refining Industry. Dalam perhitungan pengurangan emisi, PT KPI membedakan tiga cakupan perhitungan emisi, yaitu:

(1) perhitungan emisi secara langsung yang dihasilkan oleh aktivitas usaha tanpa terdeteksi terlepas ke udara;

(2) emisi dari penggunaan listrik pada aktivitas di KPI, emisi jenis ini masih bisa diukur dan di monitor; dan

(3) jenis emisi dari pembelian bahan mentah, dan penjualan produk termasuk transportasi, emisi jenis ini sulit untuk di monitor, dan merupakan tantangan besar bagi industri minyak dan gas.

Di sisi lain, Taufik menjelaskan terdapat tiga upaya yang dilakukan untuk dekarbonisasi industri pengkilangan, di antaranya adalah dengan teknologi (efisiensi energi, inisiatif bisnis hijau), penggunaan bahan natural, dan kelebihan carbon trading.

Cilacap Info
IKUTI BERITA LAINNYA DIGOOGLE NEWS

Berita Terkait