Nicke menambahkan, Pertamina juga meningkatkan kapasitas kilang, dalam rangka optimalisasi produk BBM dan memperbaiki kualitas BBM dan Naptha. Untuk mengantisipasi penurunan demand terhadap BBM, Pertamina mengintegrasikan kilang petrochemical, mengingat saat ini Petrochemical masih impor 70%.
Lalu, dalam rangka menjawab era transisi energi, Pertamina akan mempercepat pemanfaatan pembangkit EBT (dominasi PLTS) dan meningkatkan produksi BBN (biodiesel atau biohidrokarbon). Menurutnya, transformasi energi ke depan ke arah new and renewable energi. Sesuai arahan Pemerintah, Biodiesel merupakan salah satu yang akan terus dikembangkan ke depan sehingga kita bisa mengoptimalkan sawit yang berlimpah di Indonesia.
“Selain harus melakukan eksplorasi dari sisi migas, kita juga akan meningkatkan kontribusi dari bioenergy. Setelah Biodiesel (B30) dan tahun depan akan masuk ke B40, Pertamina juga akan masuk ke Biogasoline yang kebutuhannya cukup tinggi,” tegasnya.
Dari sisi gas, lanjut Nicke, Pertamina juga akan mengembangkan gasifikasi dari energi batu bara yang melimpah menjadi DME sehingga dapat mengonversi LPG. Selain itu, Pertamina terus membangun dan menambah jaringan gas rumah tangga hingga mencapai 3 juta pelanggan. Sehingga masyarakat punya pilihan LPG, DME, Jargas, atau kompor listrik. Ini yang nantinya akan membuat perekonomian lebih berputar.
Nicke menegaskan, secara garis besar Pertamina akan masuk ke pengembangan bisnis dan produk-produk baru untuk mengisi gap tadi sehingga bisa menurunkan impor migas yang selama ini terjadi. Selain itu, Pertamina juga menjalankan program mandatory terkait BBM subsidi seperti BBM 1 untuk harga di 243 titik wilayah 3 T (Tertinggal, Terdepan dan Terluar) dan untuk pemerataan akses produk non subsidi, Pertamina telah menyiapkan Pertashop di di 2.192 titik.
Tampilkan Semua